Rumah Gadang; Rumah Tradisional Minangkabau
(Sumber foto: Google)
Rumah Gadang
Rumah Tradisional Minangkabau
Rumah Gadang secara harfiah dapat kita artikan Rumah Yang Besar, karena Gadang bermakna Besar dalam kosa kata bahasa Minang. Namun, apakah sesederhana itu memaknai rumah tradisional bagi masyarakat Minangkabau ini? Kuy kita telusuri keunikan dari produk budaya Minangkabau yang satu ini...!!
A. Rumah Gadang sebagai Rumah Adat
“....rumah gadaaaaang...nan sambilan ruaaaaang... rangkiang balirik di halamannyo....”
Sahabat Budaya pernah dengar potongan lirik dari lagu Rumah Gadang, ini nggak? Woooow, jika di dalam Rumah Gadang itu ada 9 (sembilan) ruangan, kira-kira cocok ya jika rumah tradisional dari Minangkabau ini disebut Rumah Gadang atau rumah yang besar. Tapi, terlepas apa memang benar jumlah ruangannya 9 (sembilan) atau bukan, yang jelas ini sebagai gambaran bahwa setiap Rumah Gadang itu biasanya memang dibuat besar dan luas. Jika dilihat dari bentuk atapnya, biasa disebut juga dengan “Rumah Bagonjong”, karena atapnya yang bergonjong seperti tanduk kerbau.
Hal yang menarik dari Rumah Gadang itu adalah bahwa tidak setiap Rumah Gadang yang ada atau di bangun di tengah masyarakat Minangkabau itu berkedudukan sebagai rumah adat. Maksudnya bagaimana ya? Setiap Rumah Gadang yang ada itu bukan semuanya dianggap sebagai rumah adat, artinya rumah adat adalah rumah yang bisa diadakan prosesi atau acara adat di dalamnya.
Sebelumnya, kita akan berbicara terkait ada beberapa pendapat tentang asal-usul penamaan dan bentuk rumah tradisional di Minangkabau ini, yaitu :
1. Rumah Bagonjong / Menyerupai Tanduk Kerbau
Banyak yang mengatakan atapnya yang seperti tanduk kerbau ini diilmahi dari kisah adu kerbau yang diceritakan dalam hikayat melayu Sulalatus Salatin karya Tun Sri Lanang. Yang mengatakan ada kisah adu kerbau antara utusan kerajaan Majapahit dari Jawa dengan kerajaan di Minangkabau ini. Yang akhirnya adu kerbau itu dimenangkan oleh masyarakat Minangkabau. Namun ada juga yang mengatakan bahwa kerbau merupakan hewan peliharaan yang dekat dengan kehidupan orang Minang. Kerbau diberdayakan untuk alat transportasi dan menggarap sawah, juga disembelih pada setiap upacara adat, sebagai persyaratan sahnya sebuah upacara adat.
2. Menyerupai Susunan Daun Sirih
Ada pula yang mengatakan rumah adat Minangkabau itu seperti susunan daun sirih. Daun sirih merupakan sesuatu yang selalu disuguhkan pada tamu setiap upacara adat yang bermakna sakral.
Jika kita semua perhatikan, saat membeli daun sirih, biasanya daun sirih itu telah disusun dan diikat-ikat, nah hasil susunan dan lipatan daun sirih itu dianggap mirip seperti atap rumah gadang ini.
3. Menyerupai bentuk kapal/perahu
Konon, katanya untuk mengenang kendaraan yang digunakan oleh nenek moyang suku bangsa Minangkabau yang berlayar datang dari Tanah Basa / Benua Asia. Khusus rumah adatnya terlihat pada bagian bangunannya yang besar ke atas mirip dengan bentuk badan perahu, dinding bagian atas miring ke arah keluar dan pada perahu juga terdapat buritan yang diimplementasikan pada anjuang rumah adat.
4. Menyerupai bentuk atap rumah di Birma, Kamboja dan Muang Thai
Bentuk rumah adat Minangkabau adalah suatu modifikasi yang sangat indah dari suatu pola yang kita temui pada beberapa tempat di daratan Asia. Rumah adat Minangkabau ini merupakan rumah panggung yang lantainya ditinggikan dari tanah, rumah model panggung identik dengan rumah-rumah komunitas suku yang berasal dari ras Melayu.
5. Menyerupai atap pedati dan bungkus nasi
Khusus untuk rumah adat di nagari rantau, bentuk atapnya menyerupai bentuk atap Pedati, bahwa pada saat pertama orang-orang dari Luhak Nan Tigo (daerah inti teritorial Minangkabau mulanya) datang ke daerah rantau, mereka menggunakan alat transportasi berupa pedati.
Jadi, bentuk rumah adat Minangkabau ini sebenarnya ditentukan juga dari daerahnya. Jika didirikan di luhak Nan Tigo itu, bentuknya lumrah seperti yang kita kenal dengan nama Rumah Gadang atau Rumah Bagonjong itu. Jika didirikan di wilayah rantau Minangkabau, ada dua macam bentuknya. Rantau pesisir bangunan rumah adatnya disebut Kajang Padati seperti yang ada di Kota Padang, di daerah Pesisir Selatan. Dan jika nagari rantau nya di dataran rendah, maka nama nya Rumah Lontiak, kita akan lihat ini di nagari-nagari rantau Minang yang ada di daerah Riau sekarang.
B. Filosofi Setiap Unsur Dalam Konstruksi Rumah Gadang
Apakah setiap bangunan yang dibuat atapnya bagonjong dapat kita namakan rumah gadang? Apakah setiap rumah gadang itu dapat kita katakan sebagai rumah adat Minangkabau? Jawabannya tidak ya guys, kenapa? Pertama, banyak bangunan hari ini seperti bangunan perkantoran, hotel dan lain sebagainya yang atapnya dibuat bagonjong seperti atap Rumah Gadang, dan tentu atap yang bagonjong ini tidak membuat bangunan perkantoran atau hotel tersebut dapat kita sebut Rumah Gadang. Kedua, walaupun telah dibangun persis seperti Rumah Gadang dengan tipe rumah panggung dan atap yang bagonjong, bukan berarti rumah tersebut dapat dikatakan rumah adat bagi masyarakat Minangkabau, karena ada beberapa unsur dominan dalam konstruksi Rumah Gadang itu yang memiliki makna dan filosofi yang menggambarkan kedudukan serta karakteristik dari kaum/suku (masyarakat) yang memiliki Rumah Gadang tersebut.
Unsur dalam konstruksi Rumah Gadang tersebut, adalah :
1. Gonjong.
Jumlah gonjong dalam setiap rumah adat itu berbeda-beda, ini menggambarkan asal usul pemilik rumah.
Ø Bagonjong Duo, Rumah Gadang milik anak kamanakan / rumah milik keluarga bukan milik kaum, berfungsi sebagai rumah tinggal yang dilengkapi 3 kamar tidur atau lebih dan dapur. Bangunan ini bisa juga digunakan untuk pesta perkawinan oleh keluarga pemiliknya, tapi tidak bisa digunakan untuk upacara pengangkatan panghulu adat. Jumlah gonjong sebanyak dua buah adalah lambang kejadian manusia dari ibu dan bapaknya.
Ø Bagonjong Ampek, bangunan ini adalah rumah milik kaum. Berfungsi sebagai rumah tinggal dan tempat melaksanakan upacara adat. Kamar tidur terdapat dalam satu deretan dari ujung ke pangkal, sementara di depan kamar tersebut biasanya dijadikan ruang serba guna oleh kaum pemilik rumah. Bangunan ini juga ada yang dilengkapi dengan surambi di bagian depannya. Dalam tataran adat, angka ampek (empat) menjadi suatu yang istimewa dalam tataran adat Minangkabau. Seperti adanya istilah kato nan ampek, adaik nan ampek, nagari nan ba ampek suku, Urang nan ampek jinih, dan lain sebagainya. Makanya Rumah Gadang bagonjong ampek ini merupakan rumah adat yang umum digunakan oleh segala penghulu dan banyak terdapat di alam Minangkabau.
Ø Bagonjong Limo, rumah ini adalah rumah milik kaum penghulu kepala dan inyiak, khusus terdapat di daerah Surambi Sungai Pagu. Bangunan ini berfungsi sebagai rumah tinggal dan tempat melaksanakan upacara adat. Jumlah gonjong sebanyak lima buah ini melambangkan bahwa pemilik rumah berasal dari niniak yang datang ke Sungai Pagu berjumlah lima puluh sembilang orang. Nah ingat ya guys, Rumah Gadang nan bagonjong limo ini hanya ada di Nagari Sungai Pagu, yang asal usulnya sangat berkaitan dengan latar belakang sejarah keberadaan wilayah adat Alam Surambi Sungai Pagu.
Ø Bagonjong Anam Baanjuang, bangunan rumah adat bagonjong enam ini adalah milik kaum keturunan panghulu manyandang gelar sako penghulu pucuak di Luhak Nan Tigo atau kaum bangsawan keturunan raja-raja di Alam Surambi Sungai Pagu. Fungsinya sebagai rumah dan tempat melaksanakan upacara adat. Bangunan ini ada juga yang dilengkapi dengan surambi di depannya.
Ø Bagonjong Anam Tidak Baanjuang dan Bagonjong yang lebih dari enam, Merupakan rumah panjang rumah adat milik suku yang dihuni oleh lebih dari satu penghulu kaum sesuai tingkatannya. Semakin ke ujung posisinya semakin tinggi kedudukan penghulu yang ada di rumah tsb. Bangunan ini berfungsi sebagai rumah tinggal dan tempat melaksanakan upacara adat.
2. Letak / Posisi Tangga
Dengan mengetahui letak tangga dan posisi letak surambi yang terdapat di rumah gadang, kita akan dapat mengetahui apakah pemilik rumah terhimpun dalam kelarasan Koto-Piliang atau kelarasan Bodi Caniago.
· Letak tangga dan surambi di tengah, menandakan pemilik rumah berada dalam himpunan persukuan Lareh Bodi Caniago. Dimana posisi tangga sebenarnya akan mempengaruhi aturan duduk dalam rumah pada saat berlangsung upacara adat. Di dalam kelarasan Bodi Caniago memili prinsip tagak samo tinggi, duduak samo randah. Bahwa semua panghulu di lareh ini memiliki kedudukan dan martabat yang setingkat.
· Letak tangga dan surambi di bagian kiri atau pangkal rumah, baik di depan maupun disamping, menandakan pemilik rumah berada dalam himpunan persukuan Lareh Koto Piliang, letak tangga yang berada di pangkal menggambarkan ujung dan pangkal rumah. Dan posisi tangga ini tentu akan mempengaruhi posisi duduk di dalam rumah saat diadakannya upacara adat. Dimana kedudukan panghulu dalam Lareh Koto Piliang ini bertingkat, tidak sama tinggi. Bagian pangkal rumah akan ditempati oleh panghulu andiko.
· Letak tangga dan surambi di antara tengah dan pangkal, seperempat bagian dari arah pangkal. Menandakan pemilik rumah tidak berada dalam kedua kelarasan yang ada, atau bisa jadi mereka memadu padankan kedua kelarasan tersebut. Biasanya terdapat di Alam Surambi Sungai Pagu.
· Letak tangga di belakang, menandakan pemilik rumah tidak ingin memperlihatkan kedua paham yang ada, yaitu Lareh Koto Piliang maupun Lareh Bodi Caniago. Letak tangga seperti ini menggambarkan sejarah kepemimpinan Datuak Sri Maharajo Nan Banegonego (saudara dari Datuak Katumangguangan dan Datuak Parpatiah Nan Sabatang).
3. Anjuang
Anjuang adalah bagian lantai rumah yang ditinggikan dari lantai yang lain, berfungsi sebagai tempat duduak penghulu yang mempunyai martabat yang lebih tinggi dari penghulu yang duduk di lantai yang lebih rendah saat berlangsungnya upacara adat di rumah tersebut. Anjuang yang ada di bagian ujung rumah disebut anjuang rajo, sedangkan anjuang yang terdapat dibagian pangkal disebut anjuang tungganai. Anjuang yang terdapat di atas disebut anjuang paranginan atau disebut juga anjuang puti.
C. Ragam Rumah Gadang
o Rumah Gadang Gajah Maaram, ikon dari Luhak Tanah Datar.
o Rumah Gadang Sitinjau Lauik, ikon penghulu kapalo di 3 luhak.
o Rumah Gadang Balenggek, ikon tuan gadang di Batipuah Tanah Datar.
o Rumah Gadang Surambi Papek, ikon di Luhak Agam.
o Rumah Gadang Rajo Babandiang, ikon di luhak Limo Puluah Kota.
o Rumah Gadang Surambi Aceh, ikon di Kubuang XIII Solok.
o Rumah Gadang Puncak Limo, ikon di Alam Surambi Sungai Pagu.
o Rumah Panjang, ikon rumah adat milik suku bukan milik kaum.
o Rumah Kajang Padati, ikon di Rantau Pasisia.
o Rumah Tungkuih Nasi, ikon di Rantau Pasisia.
o Rumah Lontiak, ikon rumah di rantau di ilir Kampar.
o Istano, adalah ikon dari raja alam.
Ada 2 daulat raja alam, yaitu :
a. Daulat yang dipertuan raja alam minangkabau, instanonyo bernama Silinduang Bulan, Rumah Gadang Alang Babega, terdapat di Pagaruyuang, Tanah Datar.
b. Daulat yang dipertuan raja alam surambi sungai pagu, istano kampuang dalam, rumah gadang bacubuang, di Sungai Pagu, Solok Selatan.
D. Rangkiang
Kalau kita bercerita tentang Rumah Gadang, ada yang unik nih. Bahwa di halaman rumah gadang itu biasanya ada bangunan kecil persegi empat, yang dibuat bagonjong juga, namanya Rangkiang.
Setiap rumah paling banyak memiliki 7 rangkiang yang berbaris di halamannya dan sedikitnya satu, tapi paling umum adalah tiga.
Rangkiang berfungsi sebagai lumbung tempat menyimpan padi. Masing-masing rangkiang memiliki nama berdasarkan fungsi dan susunan letaknya yang berderet di depan Rumah Gadang, seperti :
• Rangkiang Si Bayau-Bayau, terletak di halaman bagian kiri Rumah Gadang, berisi padi untuk makanan sehari-hari anak kemenakan, belanja keperluan rumah tangga sehari-hari dan kebutuhan-kebutuhan untuk memenuhi alur dan patut dalam kehidupan bermasyarakat.
• Rangkiang Si Tangka-Lapa, letaknya di halaman bagian tengah dekat Rangkiang Si Bayau-Bayau, berisi padi untuk persediaan atau cadangan apabila datang musim panceklik. Padi ini diperuntukkan untuk menolong masyarakat di masa panceklik tiba.
• Rangkiang Si Tinjau Lauik. Letaknya di bagian kanan Rumah Gadang, ukurannya lebih tinggi dari rangkiang yang lain, agar dapat terlihat dari jauh. Padinya berguna untuk membantu para pendatang atau musafir yang lewat. Begitulah ketulusan budi yang diajarkan oleh adat Minangkabau menghormati tamu atau pendatang.
• Rumah Kaciak, terletak disela-sela rangkiang yang tiga sebelumnya disebutkan. Berisi padi abuan, yaitu hasil padi yang berasal dari sawah milik kaum dan digunakan oleh saudara laki-laki kaum tersebut yang padinya di bawa ke rumah istri mereka masing-masing.
• Rangkiang Biarawari, adalah nama rangkiang secara keseluruhan yang terdapat di halaman sebuah rumah gadang. Biarawari artinya rangkiang yang banyak. Kalau pada halaman sebuah rumah hanya ada satu rangkiang saja, biasanya rangkiang tersebut adalah Rangkiang Si Bayau-Bayau.
***
© ©7petalalautpustaka
≠rumahliterasi7petalalaut
Komentar
Posting Komentar